Ansyad Mbai Bisa Kualat, Berani Lawan Ulama, Ogah Bubarkan Densus 88

Meski sejumlah ulama dan pimpinan ormas Islam mengingatkan Kapolri Jendral Timur Pradopo untuk membubarkan Densus 88, terkait adanya bukti video dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan aparat Densus 88. Namun, Ketua Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Pusat Ansyad Mbai malah ngeyel dan berani-beraninya melawan ulama, seraya menyatakan Indonesia menjadi model penanganan teroris di dunia. Ia bahkan menolak Densus 88 dibubarkan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Din Syamsudin bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan para pimpiman Ormas Islam lainnya secara khusus mendatangi Mabes Polri untuk melaporkan kepada Kapolri Jendral Timur Pradopo terkait video pelanggaran HAM berat yang dilakukan aparat Densus 88.

Selain Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah), ada beberapa ulama yang juga pimpinan ormas Islam, diantaranya: KH. Amidhan (MUI), KH. Syuhada Bakri (DDII), KH. Abdullah Djaedi (Al-Irsyad), KH. Cholil Ridwan (BKSPPI), KH. Sadeli Karim (Mathlaul Anwar), KH. Tgk Zulkarnain (Satkar Ulama), dan Ustadz Faisal (Persis).

Dengan beraninya, Ansyad Mbai membantah ulama dengan mengatakan, wacana pembubaran Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, dinilai sebagai anggapan yang salah kaprah.”Itu dilemparkan orang-orang yang tidak paham dengan keberadaan Densus, sebagai organ negara untuk memberangus jaringan teroris,” jelasnya.

Ansyaad mengatakan, harusnya keberadaan Densus didukung penuh. Pasalnya, ancaman teroris sudah nyata. Aksi-aksi terorisme bisa terjadi kapan saja. “Ada juga yang selalu menyalahkan Densus saat ada teroris yang tertembak. Padahal, tugas Densus itu tidak mudah. Masyarakat harus tahu jika ada penangkapan teroris, mesti ada tindakan cepat. Kalau tidak ditembak, anggota Densus yang tewas. Sudah banyak kan buktinya, anggota Densus dihabisi,” tegasnya.

Bahkan Ansyaad membuat pernyataan yang mengada-ada dengan menyebut potensi teror di Sulsel cukup besar. Alasaanya, di Sulsel tercium tempat pelatihan anggota teroris yang terorganisir.“Kami mengendus adanya lokasi pelatihan teroris di wilayah perbatasan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah,” ungkapnya.

BNPT telah meminta perhatian serius pemerintah Sulsel soal ini. Sebab perang terhadap teroris adalah perang terhadap ideologi dan tidak bisa dilakukan oleh BNPT atau aparat hukum saja.“Bahkan gubernur dan bupati atau wali kota wajib kampanye perang terhadap teroris. Berdasarkan Inpres no 2 tgl 28 Januari 2013,” pungkasnya.

Polri Tidak Menggubris

Bukan hanya Ansyad Mbai yang panas telinganya mendengar peringata ulama agar Densus 88 dibubarkan. Mabes Polri bahkan tidak menggubris desakan sejumlah pihak untuk mengevaluasi dan membubarkan Densus 88.

 Kabareskrim Mabes Polri Komjen Sutarman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (6/3/2013) menilai, kinerja Densus dalam memberantas terorisme masih sangat diperlukan. “Terorisme harus kita tangani. Densus ini sangat efektif. Densus harus dan sangat dibutuhkan,” katanya.

 Sutarman mengakui ada pihak-pihak tertentu, khususnya “teroris” yang menghendaki Densus dibubarkan. Padahal, sambung dia, Densus diharapkan mampu memberantas seluruh jaringan teroris yang ada di Indonesia.”Kalau kita tidak care pada teroris di Indonesia, kita bisa membayangkan Indonesia di setiap saat meledak,” tegas Sutarman.

Ditegaskan Sutarman, jika memang ada indikasi kesalahan dalam pelaksanaan pemberantasan teroris, termasuk dugaan pelanggaran HAM, Polri pun langsung turun tangan untuk menindak oknum yang bersangkutan. “Dalam penangkapan itu ada kekeliruan ya itu kita tindak,” tutup Sutarman.

Dengarkan Peringatan Ulama

Dalam bukti video yang diserahkan kepada Kapolri itu terungkap adanya penindasan, penyiksaan dan penembakan. Tak hanya itu, aparat juga menyentuh simbol agama tertentu. Dalam hal ini Islam sebagai sasaran empuk.

“Ada penyiksaan yang luar biasa, diikat kaki dan tangannya, ditembak dan diinjak-injak. Dan ada juga yang bernada agama; “Anda kan mau mati, beristighfarlah!” itu ajaran agama mana? Mengajak orang ditalqinkan tetapi tidak diselamatkan,” kata Din Syamsudin kepada wartawan, Kamis (28/2/2013).

Menyikapi hal itu, Ketua PP Muhammadiyah Dr. Din Syamsudin bersama MUI dan pimpinan ormas-ormas Islam sepakat meminta Densus 88 dievaluasi, bahkan jika perlu dibubarkan. “Kalau dari kami, ormas-ormas Islam, MUI kita sepakat saya kira Densus 88 itu harus dievaluasi, bila perlu dibubarkan. Tapi diganti dengan sebuah lembaga dengan pendekatan baru untuk bersama-sama untuk memberantas terorisme,” tegasnya.

Para pimpinan ormas Islam yang juga ulama menyayangkan bahwa selama ini pemberantasan terorisme selalu dikaitkan dengan agama dan menjadi stigmatisasi terhadap Islam.“Yang paling menjadi konsen kami, ulama dan zu’ama Islam ini bahwa pemberantasan terorisme ini dikaitkan dengan agama, ini adalah stigmatisasi terhadap Islam. Ketika terjadi stigmatisasi terhadap Islam, ibaratnya bangunan dakwah yang kami bangun itu roboh karena ada pengaitan,” ujarnya.

Din Syamsudin juga mengkritik media yang selama ini turut mengopinikan pengaitan kasus terorisme terhadap Islam.“Mohon maaf termasuk mungkin oleh media. Ini kerugian besar bagi umat Islam, bagi dakwah Islamiyah yang tidak bisa kita bayar,” ungkapnya. [Desastian/dbs/voa-islam]